Siti Fadilah Supari
Dibacakan dalam Orasi Kebudayaan Lingkar Budaya Indonesia Taman Ismail Marzuki, 28 April 2010.
Kita semua mengenal siapa Kartini, seorang tokoh perempuan yang memperjuangkan “Emansipasi”. Pada mulanya, hampir semua mengartikan “emansipasi” sebagai kesetaraan antara perempuan dan laki laki, dimana perempuan selalu di terbelakang kan. Sedangkan arti “Emancipation” adalah Kemerdekaan, kesetaraan. Setelah di telaah dengan cermat isi surat surat yang pernah ditulis oleh beliau selama empat setengah tahun, “Emansipasi” yang diperjuangkan adalah bukan hanya sekedar emansipasi wanita, tetapi lebih luas dari itu, yaitu kesetaraan antar bangsa. Kartini kecil melihat kesenjangan antara bangsa Belanda dan bangsa nya Kartini yang saat itu disebutnya sebagai bangsa Jawa . Kartini kecil, sudah berani melawan arus penjajahan dengan cara nya yang unik, yaitu dengan pemikiran, analisa dan keberanian untuk mengungkapkan. Kartini belajar bahasa Belanda dari sekolahnya di sekolah dasar, dan kemudian ia dipingit, hanya bisa belajar di rumah dengan ditemani oleh kakak dan ayahnya . Sang Ayah yang sangat mencintai Kartini dan merasakan gejolak yang ada didalam hati buah hati nya membimbing Kartini dalam membaca,berdiskusi tentang apa saja yang bisa dibaca dikoran maupun majalah yang dimilikinya. Ayah Kartini, berlangganan hampir semua majalah politik,majalah sosial budaya, koran2 terkemuka dan buku buku sastra berbahasa Belanda .
Dibacakan dalam Orasi Kebudayaan Lingkar Budaya Indonesia Taman Ismail Marzuki, 28 April 2010.
Kita semua mengenal siapa Kartini, seorang tokoh perempuan yang memperjuangkan “Emansipasi”. Pada mulanya, hampir semua mengartikan “emansipasi” sebagai kesetaraan antara perempuan dan laki laki, dimana perempuan selalu di terbelakang kan. Sedangkan arti “Emancipation” adalah Kemerdekaan, kesetaraan. Setelah di telaah dengan cermat isi surat surat yang pernah ditulis oleh beliau selama empat setengah tahun, “Emansipasi” yang diperjuangkan adalah bukan hanya sekedar emansipasi wanita, tetapi lebih luas dari itu, yaitu kesetaraan antar bangsa. Kartini kecil melihat kesenjangan antara bangsa Belanda dan bangsa nya Kartini yang saat itu disebutnya sebagai bangsa Jawa . Kartini kecil, sudah berani melawan arus penjajahan dengan cara nya yang unik, yaitu dengan pemikiran, analisa dan keberanian untuk mengungkapkan. Kartini belajar bahasa Belanda dari sekolahnya di sekolah dasar, dan kemudian ia dipingit, hanya bisa belajar di rumah dengan ditemani oleh kakak dan ayahnya . Sang Ayah yang sangat mencintai Kartini dan merasakan gejolak yang ada didalam hati buah hati nya membimbing Kartini dalam membaca,berdiskusi tentang apa saja yang bisa dibaca dikoran maupun majalah yang dimilikinya. Ayah Kartini, berlangganan hampir semua majalah politik,majalah sosial budaya, koran2 terkemuka dan buku buku sastra berbahasa Belanda .
Kartini ingin menguasai bahasa Belanda seperti bahasa nya sendiri, bukan untuk menjadi Belanda, tetapi agar mampu mengungkapkan apa yang bergejolak dalam hatinya dengan tepat, agar bangsa Belanda benar2 mengerti apa yang tidak seharusnya di lakukan di Hindia Belanda ini. Maka Kartini berjuang dengan cara berpikir dan adat mereka, menggunakan bahasa mereka,meskipun saat itu tidak mungkin ada kesetaraan antara Belanda yang menjajah dan Hindia Belanda yang dijajahnya
Kartini dilahirkan pada 21 April 1879 dari ibu nya yang bernama Ngasirah dan bapaknya seorang Bupati Rembang. Kartini kecil tumbuh menjadi anak perempuan bangsawan yang sangat cerdas, peka terhadap keadaan bangsanya, dan punya keberanian untuk mengungkapkan sesuatu yang bertentangan dengan sekelilingnya. Sang ayah yang sangat di puja, memberikan perhatian besar kepada Kartini kecil yang dicintainya. Bukan saja kasih sayang yang dicurahkan oleh sang ayah, tetapi pendidikan kemandirian , pengetahuan umum, politik dan budaya Jawa, serta adat istiadat Jawa yang Kental, dan di ajari bagaimana mencintai rakyatnya. Kartini dan adik2nya,Rukmini dan Kardinah sering di ajak ayahnya berkeliling desa, mengunjungi dan memberikan bantuan kepada rakyat jelata yang tertimpa bencana . Dari bencana kekeringan, bencana banjir sampai ke bencana penyakit yang menimpa rakyat jelata. Sejak usia muda, Kartini mempunyai sifat ingin tahu tentang kemajuan bangsa lain (dibaca dari koran2) dan kemudian membandingkan dengan apa yang terjadi di negerinya. Dia sangat egaliter, dia tidak suka di sebut sebagai puteri, “raden ajeng”, dia tidak menghendaki kekakuan adat istiadat dari adik kepada dia meskipun dia tetap sangat menghormati kakaknya sesuai adat istiadat yang kaku. Dia menganggap bahwa adat istiadat menghormati yang lebih tua adalah hak bagi yang lebih tua, sedangkan untuk adik adik nya dia tidak mau menggunakan hak tersebut. Ini adalah suatu sikap kesetaraan dan menghargai hak orang lain. Kartini kecil yang halus budi pekertinya,cinta kepada bangsanya,selalu menunjukkan kemarahan dan kesedihan melihat belenggu adat mengurung kebebasan kaum perempuan. Dan dalam suratnya dia menuliskan bahwa dia ingin memerdekakan bangsanya sekaligus mengangkat martabat kaum perempuan Jawa.
Ketika menginjak dewasa Kartini menuangkan pemikiran2nya dalam surat yang dia tulis ke teman di negeri Belanda, dengan bahasa Belanda yang sangat bagus. Dari tulisan2 di surat nya tersirat jelas bahwa Kartini memperjuangkan “tata nilai” bagi peradaban manusia, yaitu Kebebasan (freedom) atau kemerdekaan adalah hak bagi setiap manusia. Kesadaran ini ditulis bersama adik2nya di koran2 dengan cara yang tersamar sehingga mampu menggerakkan para pemuda yang belajar di Stovia untuk melakukan per gerakan. Mereka secara informal membentuk Jong Java sebagai sebuah perkumpulan. Gayung pun bersambut. Kesadaran kaum muda ini kemudian matang dengan munculnya Perkumpulan Budi Utomo pada tahun 1908. Saat itu belum dikenal nama Indonesia, bahkan Hindia Belanda pun baru terdiri dari Jawa dan Madura. Namun, inilah cikal bakal terbentuknya Negara Indonesia yang merdeka yang diproklamirkan BungKarno di tahun 1945. Maka ia pantas untuk diakui sebagai seorang pahlawan kebangkitan nasional.
Dari uraian tadi jelas, mengapa Kartini yang menjadi “Icon” sejarah perjuangan perempuan nasional di Indonesia, meskipun ada pejuang2 perempuan yang lain , misalnya Dewi Sartika mendirikan sekolah perempuan, ada pula perempuan perkasa memimpin pasukan untuk berperang melawan Belanda mempertahankan wilayahnya , seperti Cut Nya Din.
Kegelisahan Kartini dalam kungkungan tembok penindasan kolonialisme, imperialisme dan feodalime membakar semangat dan membuka mata hatinya. Ia menemukan “tata nilai” yang harus dimiliki pejuang kemerdekaan adalah: Ketuhanan,Kebijakan,Keindahan, Kemanusiaan dan Nasionalisme. Kartini merasakan ketidak adilan, menyaksikan penindasan dan menelan penghancuran peradaban. Perjuangannya terus membara, disuarakan ke dunia melalui pena emasnya menembus tembok yang mengurungnya, melesat tajam merubah paradigma yang ada. Paradigma yang terbentuk karena adanya si penjajah dan yang di jajah dengan segala komplikasinya. Semangat juang itu tidak pernah padam sampai akhir hayatnya . Dalam salah satu tulisannya dia menjawab ketika ibunya mempertanyakan tentang cita cita Kartini, apakah tidak terlalu tinggi untuk dicapai ? ,
Kartini menjawab :
“Saya tahu jalan yang hendak saya tempuh itu sukar, penuh duri, onak, lubang , jalan itu berbatu batu berjendal jendul licin belum dirintis. Dan walaupun saya tidak beruntung sampai ke ujung jalan itu , walaupun saya akan patah ditengah jalan , saya akan mati dengan bahagia. Sebab jalan tersebut sudah terbuka, dan saya turut membantu meretas jalan yang menuju ke kebebasan dan kemerdekaan bangsa dan mengangkat martabat perempuan bumi putera.
(7 Oktober 1900)
Keinginan terhadap kebebasan dan kemandirian yang dia rasakan semenjak dia masih kanak2 ketika dia belum menghayati benar apa artinya emansipasi wanita, ternyata menjadi gelombang yang tidak tersurutkan . Dia pemberani yang consistent dan teguh memperjuangkan kepentingan bangsa, bukan kepentingan dirinya sendiri.Hal ini di tulis di dalam surat yang dikirimkan kepada nyonya Ovink. Dia bercerita tentang dialog dg ibundanya yang tidak percaya kalau Kartini benar2 ingin memperjuangkan kebebasan bagi bangsa dan perempuan Hindia Belanda:
“Benarkah kau akan menggoncangkan dan menghancurkan gedung raksasa itu nak ?“Ibunya bertanya kepada Kartini dan adik2nya, Kartini menjawab sbb :
“Ya ibu, kami akan mengguncangnya dengan segala kekuatan walaupun yang akan runtuh hanya satu butir batu saja maka kami akan merasa hidup kami tidak akan sia sia” (awal 1900,nj mce ovink soer)
Keberanian Kartini dalam berjuang sangat menonjol, di dalam suratnya yang lain kepada sahabatnya yang benama Stella, Kartini mengatakan :
“Stella, yang tidak berani tidak akan menang, adalah semboyan saya. Maju terus, menerjang tanpa gentar dan harus berani menangani semuanya, Orang2 yang berani menguasai tiga perempat dunia”.
Ketajaman pena Kartini terus menerus melesat bak anak panah menembus tembok penindasan yang mengurungnya menyuarakan Revolusi “Tata Nilai” untuk menciptakan peradaban manusia yang beradab di tanah tumpah darahnya. Semangat yang lahir dari hati yang bersih, berani,rasa tanggung jawab terhadap kedaulatan bangsanya laksana ombak yang menghantam gunung karang raksasa. Kartini yakin bahwa perjuangan pasti ada yang meneruskannya.Sekeras2nya batu karang akan jebol juga dihantam ombak yang terus menerus. Tujuan Kartini hanya satu dalam pemikirannya yaitu meng ubah ketidak adilan penjajahan menjadi kemerdekaan yang adil bagi bangsa nya, dan kaum perempuannya.Namun betapa sedih nya Kartini , orang2 bumiputera tidak membutuhkan perubahan apapun, seolah sudah sangat menikmati apa yang dia jalani selama penjajahan ini berlangsung. Antara keputus asaan dan kepasrahan orang Jawa, yang menganggap nasibnya sebagai takdir dari Tuhan yang Maha Esa.
Menurut Kartini,bangsa Jawa yang seperti itu, sedang mengalami A. Memmi sebagai amnesia sosial, lupa jatidiri, dan tidur berkepanjangan. (Arbaningsih, 2005: 33). Hal ini disebabkan karena penindasan yang berlangsung lama oleh pemerintah kolonial. Bagaimana caramya, membangkitkan bangsa yang tertidur seperti itu ? Bangsa yang merasa wajar di dalam penderitaan penjajahan, bangsa yang pasrah dengan takdirnya menjadi bangsa yang dijajah? Atau mereka tidak punya harapan, sehingga tidak ber keinginan untuk meng ubah nasibnya. Kartini tidak mempunyai apa2 , kecuali pikiran yang selama ini telah diasahnya dengan baik. Kemudian terpikirlah di benak Kartini bahwa untuk merdeka mereka harus mengetahui perlunya kemerdekaan. Untuk mengetahui perlunya kemerdekaan rakyat itu perlu dicerdaskan. Maka untuk merdeka di perlukan pendidikan yang komplet yaitu pendidikan untuk mencerdaskan pemikiran dan pendidikan untuk mencerdaskan budi pekerti. Pendidikan yang hanya dipenuhi dengan pendidikan pemikiran saja, tanpa diikuti dengan pendidikan mencerdaskan budi pekerti akan berbahaya. Hasil pendidikan seperti itu akan menciptakan pemimpin seperti monster. Yaitu pemimpin yang akan menindas rakyatnya sendiri, pemimpin yang tidak melindungi negaranya dan hasil buminya,Pemimpin yang tega menjarah kekayaan negeri dan merampas hak2 rakyat untuk kepentingannya pribadi. Alangkah mengerikan …………………...
Pendidikan yang komplit tidak hanya diperoleh dari sekolahan saja, tetapi juga di peroleh dari lingkungan, terutama keluarga, bahkan sejak hari pertama manusia lahir, dan terlelap dalam dekapan ibu yang melahirkannya. Maka betapa mulianya peran seorang ibu. Karena dari perut seorang ibu akan melahirkan peradaban manusia .
Pendidikan karakter bangsa juga diperoleh dari kelakuan para pemimpin. Pemimpin yang baik merupakan guru yang baik bagi rakyatnya, layaknya guru yang mengajar muridnya di kelas. Bila guru kencing berdiri maka muridnya kencing berlari.
Ooh andaikan Kartini bangkit kembali, mungkin dia akan menangisi apa yang saat ini terjadi.
Enampuluh empat tahun lebih kita memproklamirkan kemerdekaan Indonesia ,sejak th45 , namun betulkah kita sudah merdeka atau sia sia kah cita cita Kartini ? Kemerdekaan adalah jembatan emas kedaulatan rakyat , Kemerdekaan adalah janur kuningnya kesejahteraan rakyat.
Pada jaman nya Kartini Jawa yang dahulu pernah berdaulat, kemudian mengalami amnesia sosial, lupa jatidiri, dan tidur berkepanjangan karena penjajahan kolonialime Belanda (Arbaningsih, 2005: 33). Apakah sekarang Indonesia merdeka juga pernah berdaulat, juga sedang mengalami amnesia sosial? , lupa jati diri ? dan tidur nyenyak, tidak bisa bangun lagi ?
Oh, Kartini, saya ingat kata2 Bung Karno yang mengatakan bahwa :
“Hai Bangsa Indonesia, pada suatu saat nanti , kalian akan mengalami penjajahan berwajah baru yang disebut neokolonialisme, neo imperialism, dan neoliberalisme. Kalian akan sangat sulit menandai mana musuh musuh mu karena mereka mempunyai kulit dan rambut yang sama dengan kalian “
Jaman Kartini telah berputar kembali , Indonesia yang pernah berdaulat sekarang kembali terjajah oleh neoliberalisme. Paham yang kejam, karena yang kuat memakan yang lemah, pemerintah tidak berdaya melindungi rakyatnya sendiri yang membutuhkan perlindungan, darah yang menetes di jaman revolusi 45 tiada lagi berarti. Pemimpin negeri menjadi abdi kepentingan2 asing yang menjarah kekayaan pertiwi.
Kartini, harus bagaimana kami ?
Kalau engkau bertanya berapa banyak perempuan yang bisa mendapatkan pendidikan setara dengan laki laki? , saya akan menjawab cepat : jawabnya mudah, tidak diragukan lagi , perempuan telah berdaya dalam pendidikan dibandingkan dg laki laki di negeri ini.
Tetapi lihatlah di punggung ibu pertiwi, masih banyak diantara saudara kami yang belum merdeka, mereka tertindas oleh bangsanya sendiri, mereka tidak berdaya melindungi dirinya sendiri dari bencana kemanusiaan. Lihatlah Kartini, sebagian dari mereka berbaris rapi membanting tulang di negeri tetangga mencari nafkah untuk anak dan suaminya. Ohh…. Kartini jangan salahkan mereka, karena di negeri sendiri tidak ada tempat bagi mereka untuk mencari sesuap nasi.
Andaikan Ibu Kartini hadir disini, akan saya ceritakan bahwa saya termasuk perempuan yang beruntung karena perjuangan nya. Saya adalah perempuan pertama yang sempat menjadi menteri kesehatan di Negeri yang tercinta ini . Sebelumnya, saya adalah dr ahli jantung, peneliti dan dosen FKUI , yang tiba2mendpt kabar diangkat menjadi menteri kesehatan RI. Hal yang tidak pernah saya bayangkan, apalagi saya cita cita kan. Namun apa yang saya dapatkan dari masyarakat ? Mereka tidak percaya karena saya “perempuan” (bukankah pekjaan menkes itu berat, apa mungkin di jabat oleh perempuan?, kedua karena saya seorang klinikus ,dan ketiga saya berasal dari suatu universitas Gajah mada.Dalam badai ketidak percayaan dari masyarakat, saya harus menunjukkan bahwa perempuan bukan suatu halangan untuk melakukan pekerjaan yang selama ini d tangani oleh kaum laki laki. Cemoohan dan suara miring yang tidak mengenakkan harus saya telan, dan hal ini bukan merupakan beban yang bermakna bagi saya. Segera terlihat didepan mata saya betapa rakyat kecil dalam keadaan sakit, begitu banyak yang tidak berdaya, saya harus memberdayakan nya, bukankah saya diberi kesempatan oleh Tuhan untuk melakukannya. Selain harus bertahan dari badai cobaan, saya harus segera memikirkan jaminan kesehatan bagi masyarakat yang tidak mampu.
Kalau Kartini mengatakan bahwa untuk Merdeka butuh pendidikan ,saya mengatakan untuk merdeka butuh kesehatan dan pendidikan. Karena hanya dengan kesehatan yang baik pendidikan bisa dilakukan dengan optimal, dan tidak bisa dibayangkan bagaimana bangsa yang sakit ingin merdeka, kalau dia sendiri terbelenggu oleh sakitnya.
Tiga bulan sebelum menjadi menkes , Ketika itu saya sedang sibuk di kantor pusat penelitian RSJHK, sedang merampungkan riset multisenter tentang obat tradisional jawa (seledri dan kumis kucing) dalam mengobati tekanan darah tinggi. Tiba2 pintu saya diketuk sekaligus dibuka oleh seorang ibu yang tidak saya kenal, langsung masuk dalam ruangan saya. Wajahnya pucat layu tanpa make up, berkeringat pekat memancarkan kecemasan yang luar biasa, ditangannya membawa gulungan robekan tabloid yang sudah sangat lusuh . Dengan terbata bata, dia berkata meskipun belum sempat saya bertanya kepadanya: “ Ibu Siti Fadilah, saya membaca di Koran ini yang saya temukan di dekat sampah, lihat lah bu disini ada tulisan: ”Siti Fadilah, dokter Jantung yang memikirkan rakyat kecil”. Saya rakyat kecil bu dokter, yang sangat membutuhkan pertolongan ibu, maka saya mencari ibu sampai disini”. Terkesiap darah saya mendengar ucapannya, seperti halilintar disiang hari yang panas menyadarkan saya bahwa rakyat kecil tidak hanya membutuhkan pemikiran tetapi tindakan nyata.Siapakah yang harus melindungi mereka yang tidak berdaya ini?. Beberapa detik saya terpana memandanginya setengah tidak percaya, saya paksakan mulut saya untuk berbicara kepadanya : “Ada kesulitan apa ibu, sehingga membutuhkan pertolongan saya ?” Ibu itu menjawab dengan penuh linangan air mata : “ Ibu siti Fadilah dua hari yang lalu saya melahirkan di puskesmas di sana di daerah kebayoran lama, bayi saya perempuan bu. Saya tidak bisa membayar ongkos persalinan, sehingga sampai saat ini bayi itu tidak boleh saya bawa pulang, bu…… dua hari lagi akan diambil orang,bila belum terbayar juga ”. Saya langsung bertanya: berapa ongkos persalinan yang harus ibu bayar ? Dia menjawab : “Limaratus ribu rupiyah bu”
Antara kaget dan tidak percaya, benarkah ini atau hanya menipu ? Bukankah Jakarta penuh dengan penipu dengan beribu macam cara. Tetapi dorongan nurani keibuan yang tidak mau kehilangan bayinya, mengetuk hati saya yang paling dalam. Akhirnya satu staf saya mendampingi ibu membawa uang untuk mengambil bayinya.. Berbinar wajah si ibu yang tadinya layu itu, mereka menuju ke puskesmas. Setelah beberapa saat ibu itu datang kembali, membawa bayi perempuan yang masih merah, ibu itu kembali untuk mengucapkan terimakasih ,dan minta ijin agar anaknya boleh menggunakan nama saya. Ibu itu bernama bu Ijah, suaminya buruh tidak tetap, dia sendiri buruh cuci pakaian.Tiga minggu kemudian , di RS Islam Cempaka putih, ketika itu saya sedang bersiap2 akan membuka praktek sore, tiba tiba datanglah ibu muda berjilbab yang tidak saya kenal, datang tergopoh gopoh, tanpa saya tahu asalnya dari mana . Dengan sangat yakin dia mengatakan ingin meminjam uang kepada saya tiga ratus lima puluh ribu saja untuk mengambil bayi yang kemarin dilahirkan dipuskesmas di daerah Kemayoran, semakin lama tidak diambil akan semakin mahal katanya. Sejenak saya tersentak ingat dengan si ibu Ijah, ahh apa benar?. Saya memberinya uang dan saya katakan , ambil segera putera mu, ibu itu kembali menunjukkan bayi lelaki yang dilahirkannya ,dia datang dengan suaminya seorang kuli bangunan yang sedang bekerja di gedung Yarsi yang sedang dibangun di seberang RS ini. Sambil tersenyum bahagia ibu Nasipah mengatakan Insya Allah akan mengembalikan uang yang dipinjam itu bila suaminya mendapat uang (sangat optimis ?).
Kartini , sekali lagi , apakah benar saudara saudara kita ini sudah merdeka? Mereka terbelenggu ke tidak berdayaan, kebodohan dan kemiskinan. Siapa yang akan mempertahankan peradaban yang engkau cita cita kan? Gambaran ini baru sebagian kecil dari yang sebenarnya terjadi , masih banyak sekali ibu ibu harus kehilangan anaknya karena kemiskinannya. Tadi malam seorang ibu yang melahirkan dengan operasi Caesar di RS Tangerang ( Rumah Sakit milik pemerintah) , bayinya disandera RS ,karena tidak bisa membayar tiga juta rupiah. Sang suami tidak mampu membayar karena dia hanya seorang kuli bangunan. Masih bercerita tentang seorang ibu, saya ingat, 5 th yang lalu, ibu Enoh penderita jantung koroner yang harus segera di operasi, memilih mengurbankan nyawanya karena uang yang dimilikinya lebih baik untuk membayar SPP anaknya yang diterima di universitas Gajah Mada.
Dengan background seperti ini maka lahirlah Askeskin dan kemudian menjadi Jamkesmas,dengan harapan melindungi masyarakat miskin dari bencana kemanusiaan dibidang kesehatan. Kebijakan ini bukan kebijakan yang emosional semata mata tetapi sebenarnya sesuai dengan jelas di UUD45. Mereka mempunyai hak untuk dilindungi dan dilayani pemerintah. Dengan berusaha untuk transparan dan akuntabel serta benar benar dirasakan rakyat , pada tahun 2008 program ini berlangsung dengan baik. Kebijakan ini tidak bisa berdiri sendiri, kecuali diikuti dengan kebijakan 2 yang pro rakyat bersama sama, antara lain memastikan bahwa RS pemerintah tidak boleh diprivatisasi sehingga status RS pemerintah menjadi RS untuk melayani rakyat (BLU), harga obat yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak harus diatur oleh pemerintah. Menurut saya pelayanan kesehatan tidak lah bijak bila diserahkan kepada pasar bebas.
Kita semua melihat dan merasakan ketidak adilan menggurita bangsa ini dalam kurun waktu yang lama. Makna kemerdekaan bangsa ini kabur, tata nilai yang di perjuangkan sirna. Harapan agar bangsa ini mempunyai jati diri menjadi sia sia. Kedaulatan dalam berpolitik sebagai Negara yang bebas dan aktif terpaksa dikalahkan oleh kepentingan2 tertentu dan saat tertentu. Kemandirian mengembangkan perekonomian rakyat jauh dari kenyataan. Negara kita yang merupakan pasar potensial nomor empat di dunia membuat kepentingan asing berlomba untuk menguasainya.
Kegotong royongan telah berubah menjadi individualistis .Keadilan dalam pendidikan sebagai salah satu upaya mencerdaskan bangsa diserahkan kepada pasar bebas dengan otonomi nya. Ciri- neoliberalisasi dalam pendidikan menjadi kebanggaan , yaitu meritokrasi ( Sejumlah kecil murid2 yang pandai medapat medali olimpiade keilmuan internasional, tetapi puluhan juta anak bangsa menangis tidak mendapatkan haknya meskipun minimal, dalam dunia pendidikan).
Sistem Neoliberalisasi dengan kejam menggilas tuntas peradaban bangsa yang mempunyai cita cita luhur ini .Kebijakan2 dibidang kesehatan yang saya buat untuk mengembalikan hak2 konstitusional rakyat kecil, diartikan sebagai kebijakan yang melawan arus sistem neoliberalisasi yang berlangsung di negeri ini. Namun saya tidak gentar ,bukan hanya didalam negeri saya berjuang melawan ketidak adilan terhadap kemanusiaan. Di dunia internasional pun perlawanan terhadap penindasan kami teruskan. Penindasan yang berlindung di WHO suatu organisasi global, yang seharusnya melindungi bangsa2 di dunia dari bencana kesehatan. Namun ternyata WHO memberlakukan mekanisme yang tidak adil bahkan sangat kolonialistik terhadap Negara ketiga selama 60 tahun. Akibatnya gap antara Negara lemah dan Negara maju semakin besar, Negara miskin terancam wabah, dan Negara kaya yang menuai keuntungan karena perdagangan obat2annya. Saya tidak bisa diam, dan perjuangan itu di mulai dan berachir dengan kemenangan mengganti mekanisme lama yang kolonialistik menjadi mekanisme yang yang adil transparant dan setara sesuai dengan Panca sila pada akhir 2007. Kemenangan yang gemilang dibungkam, tidak di beritakan di media didalam negeri. Cerita kemenangan itu saya tulis menjadi buku. Setelah buku dI launching, media pun tetap tidak memberitakannya. Tiga minggu kemudian , seorang Journalist dari Sidney herald Tribune mem blow Up bahwa isi buku itu, sebagai perlawanan terhadap hegemony Negara Adidaya, sehingga menghebohkan dunia. Akhirnya dunia mendengar seruan saya dan perubahan pun terlaksana meski belum sempurna.
Saya merasa bahagia karena jalan sudah saya buka, pasti ada yang meneruskan nya. Kewajiban saya hanyalah berjuang untuk keadilan dan kemanusiaan, soal berhasil atau tidak ,adalah urusan Tuhan.
Sekarang saya bisa merasakan kegelisahan Kartini, yang ingin memperbaiki nasib bangsanya.
Dia menggunakan pena emasnya, melakukan revolusi kebudayaan, meng ubah mind set bumiputera yang tadinya pasrah menyerah dalam keadaan terjajah menjadi mind set yang memberontak untuk mendapatkan kemerdekaannya. Saya ingin spirit Kartini itu hadir kembali saat ini. Wahai bangsa Indonesia, bangun dari tidurmu yang berkepanjangan, mari bersama sama kita melakukan Revolusi budaya, agar bangsa ini benar benar merdeka .
Ingat para perempuan! “Kartini” bukan hanya perempuan sukses yang menempati jabatan penting , Kartini bukan hanya perempuan pengusaha sukses yang kaya raya, Kartini bukan hanya perempuan ilmuwan dengan title segudang. Tetapi Kartini adalah perempuan yang mempunyai kemampuan dan kemauan merubah nasib bangsanya dari ke terjajahan menjadi merdeka.
Marilah kita menjadi Kartini masa kini . Mari kita kembalikan kemerdekaan bangsa ini pada rel yang sesuai dengan cita cita founder father kita ketika merdeka.
Pada kesempatan yang baik ini, tidak lah salah bila saya ingatkan kembali cita cita kita bersama untuk bernegara, yang ter inspirasi dari pemikiran Kartini masa lalu, adalah : melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa dan Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,perdamaian abadi, dan keadilan
Demikianlah sambutan saya pada acara ini ,mudah2an berguna untuk bangsa kita tercinta yang sedang sakit . Meskipun demikian kita harus tetap survive dan rebut kembali kedaulatan rakyat, sehingga kita berdaulat dalam berpolitik, berdaulat dalam memutar roda ekonomi rakyat , berdaulat dalam ber sosial dan ber budaya Indonesia. Yang mmenjadi harapan adalah bukan kedaulatan pasar, bukan kedaulatan markus, bukan kedaulatan mafia-hukum ,bukan kedaulatan renten.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar