Kata-katanya terdengar bergetar menahan amarah yang sudah lama terpendam. Sebagai orang miskin, ia merasakan begitu jauhnya keadilan. Untuk mendapatkan pelayanan yang baik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), ia dibentak-bentak dan diping-pong birokrasi. “Masya Allah, Pak, saya tidak tahu bagaimana sebenarnya perasaan saya ini. Sakit sekali. Saya hanya bisa pasrah pada Yang Kuasa,” kata Muhyi, Kamis (28/4) lalu.
Laki-laki berusia 50 tahun lebih itu berasal dari Kelurahan Jatinegara Kaum, Jakarta Timur. Saat itu, ia tengah bertemu dengan jajaran Direksi RSCM dan perwakilan dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Kekesalan ia tumpahkan karena selama satu tahun ia mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi dari petugas RSCM bernama Muktiono. Ia adalah wakil dari Dinas Kesehatan DKI yang khusus melayani administrasi pasien miskin maupun tidak mampu yang ada di wilayah Jakarta.
Ceritanya berawal ketika sang istri yang menderita sakit ginjal harus dirawat di RSCM, padahal ia tidak memiliki kartu Gakin (warga miskin). Oleh karena itu, ia menggunakan jalan lain, yaitu menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). “Saya ini walaupun penampilannya begini, demi Allah saya ini orang miskin. Bisa datangi rumah saya, lihat,” katanya.
Berbekal SKTM, ia memberanikan diri datang ke RSCM. Ia juga sudah mengikuti prosedur yang dianjurkan. Namun, tetap saja ia dipersulit. Ia tetap tidak bisa mendapatkan biaya gratis Rp 80 juta untuk pengobatan istrinya. Ia tetap dibebankan membayar Rp 7 juta. “Dari mana saya (dapat) uang Rp 7 juta? Pernah ada nenek dibentak-bentak,” katanya.
Apa yang dialami Muhyi, sebenarnya juga dialami banyak orang miskin lainnya. “Intimidasi” terhadap pasien miskin selalu terjadi ketika harus berurusan dengan kontribusi. Dalam pertemuan dengan Direksi RSCM sebelumnya, sejumlah orang miskin juga mengadu soal kesewenang-wenangan pelayanan di rumah sakit itu.
Sekretaris Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Jakarta Pusat Amir Sjarifuddin yang mendampingi pasien miskin dalam pertemuan itu mengatakan, kebijakan kontribusi telah membuat orang miskin menghadapi utang-utang yang menggunung pascakeluar dari rumah sakit.
Tak Akan Tinggal Diam
Menanggapi berbagai aduan itu, Dirut RSCM Akmal Taher menjanjikan tidak akan tinggal diam jika ada pegawai di lingkungan RSCM yang mempersulit pelayanan pasien miskin. Oleh karena itu, ia juga meminta masyarakat berani mengadukan buruknya pelayanan di RSCM. Syaratnya, mereka harus mencatat nama petugas, nomor induk kepegawaian (NIK), dan kronologisnya.
“Hanya saja, jika ada info dari masyarakat hendaknya harus jelas siapa nama pegawai yang mempersulit. Kalau pun ada rapat internal tentang keluhan pasien miskin, kalau tidak ada datanya tentu kami agak riskan untuk menuding pegawai kami,” katanya.
Namun, dalam pertemuan tersebut petugas Unit Pelayanan Jaminan (UPJ) RSCM Muktiono membantah dirinya kerap meminta uang kontribusi kepada pasien miskin. Pihaknya bahkan berani menjamin, dari 500 pasien miskin yang setiap hari datang untuk pelayanan Gakin, sekitar 95 persen mendapat pelayanan Gakin dengan baik. Kalau pun ada keluhan atau pengaduan, Muktiono yakin jumlahnya tidak sampai 5 persen.
Namun,Yudhita dari Dinas Kesehatan DKI mengusulkan RSCM memasang CCTV di ruangan UPJ. Ini untuk melihat secara langsung praktik-praktik pelayanan kesehatan terhadap pasien miskin secara nyata. “Tolong RSCM memasang CCTV supaya kita bisa memantau mereka,” katanya. Usulan itu pun disambut Akmal. “Kita akan pertimbangkan dan lakukan, karena pengadaan CCTV belum dianggarkan,” katanya. Tutut Herlina (sumber: http://www.sinarharapan.co.id/content/read/orang-miskin-dipersulit-rscm-pasang-cctv/) (foto: dok. rscm.co.id)
Laki-laki berusia 50 tahun lebih itu berasal dari Kelurahan Jatinegara Kaum, Jakarta Timur. Saat itu, ia tengah bertemu dengan jajaran Direksi RSCM dan perwakilan dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Kekesalan ia tumpahkan karena selama satu tahun ia mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi dari petugas RSCM bernama Muktiono. Ia adalah wakil dari Dinas Kesehatan DKI yang khusus melayani administrasi pasien miskin maupun tidak mampu yang ada di wilayah Jakarta.
Ceritanya berawal ketika sang istri yang menderita sakit ginjal harus dirawat di RSCM, padahal ia tidak memiliki kartu Gakin (warga miskin). Oleh karena itu, ia menggunakan jalan lain, yaitu menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). “Saya ini walaupun penampilannya begini, demi Allah saya ini orang miskin. Bisa datangi rumah saya, lihat,” katanya.
Berbekal SKTM, ia memberanikan diri datang ke RSCM. Ia juga sudah mengikuti prosedur yang dianjurkan. Namun, tetap saja ia dipersulit. Ia tetap tidak bisa mendapatkan biaya gratis Rp 80 juta untuk pengobatan istrinya. Ia tetap dibebankan membayar Rp 7 juta. “Dari mana saya (dapat) uang Rp 7 juta? Pernah ada nenek dibentak-bentak,” katanya.
Apa yang dialami Muhyi, sebenarnya juga dialami banyak orang miskin lainnya. “Intimidasi” terhadap pasien miskin selalu terjadi ketika harus berurusan dengan kontribusi. Dalam pertemuan dengan Direksi RSCM sebelumnya, sejumlah orang miskin juga mengadu soal kesewenang-wenangan pelayanan di rumah sakit itu.
Sekretaris Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Jakarta Pusat Amir Sjarifuddin yang mendampingi pasien miskin dalam pertemuan itu mengatakan, kebijakan kontribusi telah membuat orang miskin menghadapi utang-utang yang menggunung pascakeluar dari rumah sakit.
Tak Akan Tinggal Diam
Menanggapi berbagai aduan itu, Dirut RSCM Akmal Taher menjanjikan tidak akan tinggal diam jika ada pegawai di lingkungan RSCM yang mempersulit pelayanan pasien miskin. Oleh karena itu, ia juga meminta masyarakat berani mengadukan buruknya pelayanan di RSCM. Syaratnya, mereka harus mencatat nama petugas, nomor induk kepegawaian (NIK), dan kronologisnya.
“Hanya saja, jika ada info dari masyarakat hendaknya harus jelas siapa nama pegawai yang mempersulit. Kalau pun ada rapat internal tentang keluhan pasien miskin, kalau tidak ada datanya tentu kami agak riskan untuk menuding pegawai kami,” katanya.
Namun, dalam pertemuan tersebut petugas Unit Pelayanan Jaminan (UPJ) RSCM Muktiono membantah dirinya kerap meminta uang kontribusi kepada pasien miskin. Pihaknya bahkan berani menjamin, dari 500 pasien miskin yang setiap hari datang untuk pelayanan Gakin, sekitar 95 persen mendapat pelayanan Gakin dengan baik. Kalau pun ada keluhan atau pengaduan, Muktiono yakin jumlahnya tidak sampai 5 persen.
Namun,Yudhita dari Dinas Kesehatan DKI mengusulkan RSCM memasang CCTV di ruangan UPJ. Ini untuk melihat secara langsung praktik-praktik pelayanan kesehatan terhadap pasien miskin secara nyata. “Tolong RSCM memasang CCTV supaya kita bisa memantau mereka,” katanya. Usulan itu pun disambut Akmal. “Kita akan pertimbangkan dan lakukan, karena pengadaan CCTV belum dianggarkan,” katanya. Tutut Herlina (sumber: http://www.sinarharapan.co.id/content/read/orang-miskin-dipersulit-rscm-pasang-cctv/) (foto: dok. rscm.co.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar